Saturday, March 17, 2012

Langit Garuda dalam Cengkeraman Singa

Sudah 66 tahun, setara dengan usia kemerdekaan Indonesia, ruang udara Indonesia di  wilayah Kepri dikuasai dan dikendalikan Singapura. Pesawat-pesawat Indonesia, termasuk  pesawat militer yang ingin berangkat, mendarat, atau hanya sekedar melintas di atas  Batam, Tanjungpinang, dan Natuna harus mendapat izin Singapura terlebih dahulu. Upaya  merebut kembali kedaulatan itu selalu gagal di meja perundingan.

DARI pengeras suara di langit-langit ruang kantor pengelola Bandar Udara Hang Nadim Batam, pengumuman itu terdengar nyaring. “ ...Pesawat Lion Air tujuan Jakarta segera  diberangkatkan.” Pada saat yang sama, Kamis siang pertengahan Februari 2012, di ruang tunggu A4, yang berjarak 50 meter dari kantor pengelola Bandara, puluhan calon penumpang merangsek masuk ke tubuh bongsor Boeing 737 ER 900 milik Lion Air.
 

Sepuluh menit berselang, pesawat berjalan pelan menuju landasan pacu, siap lepas  landas. Kendati berangkat dari Batam menuju Jakarta, yang sama-sama berada di wilayah  Indonesia, tetapi pesawat Lion Air baru boleh bergerak dari apron ke landasan pacu Hang Nadim dan kemudian mengangkasa, setelah ada restu dari otoritas penerbangan Singapura.
 

“Di sini, semua pesawat yang ingin take off atau landing harus mendapat izin dari  Singapura. Kalau dari sana belum kasih persetujuan belum boleh berangkat,” kata Hendro Harijono, Kepala Kantor Pengelola Hang Nadim.