Saturday, June 21, 2008

MU Tanpa Ronaldo

DALAM dua pekan terakhir, rencana kepindahan Cristiano Ronaldo telah menguras energi orang-orang penting di Old Trafford, markas Manchester United, juara Liga Inggris dan Liga Champions Eropa. Ronaldo adalah ikon penting MU, setidaknya dalam dua musim terakhir. Sumbangsihnya pada klub terkaya dunia ini tak bisa dipandang sebelah mata. 42 gol yang dilesakkan dalam satu musim kompetisi, sudah cukup jadi bukti.


Sebab itu, berbagai upaya dilakukan manajemen MU untuk menjaga agar Ronaldo, yang diincar Real Madrid, tak jadi pergi. Manajer MU Sir Alex "Fergie" Ferguson seperti dikutip Harian The Sun memaki-maki Presiden Real Madrid Ramon Calderon sebagai orang yang tak mengenal etika. "Calderon menggunakan Marca (Harian olahraga paling berpengaruh di Spanyol) untuk memprovokasi Ronaldo agar menyeberang ke Madrid,'' kata Fergie.

Madrid, kata Calderon, bersedia memberi MU duit sebesar 75 juta pounds atau setara dengan Rp1,35 triliun, asal rela melepas Ronaldo. Jika transaksi ini jadi kenyataan, ini adalah transfer pemain bola termahal di kolong langit.

Sebagian penggemar MU dan beberapa pengamat sepak bola di Inggris berpendapat, kepergian Ronaldo akan melemahkan skuad MU pada musim kompetisi 2008/2009. Benarkah?

Periode 1992-1997, pencinta MU punya idola, yang pada saat itu, rasanya tak akan tercarikan penggantinya sepanjang masa. Eric Cantona, pemain Prancis yang ditransfer dari Leeds United sebesar 7 juta pounds (rekor transfer di Inggris tahun itu). Ia dijuluki The King. Pada periode itu, Cantona adalah segala-galanya; skill luar biasa, karakternya kuat, kapten yang bisa menerjemahkan keinginan pelatih di setiap pertandingan, emosinya menyala-nyala.

Saking berharapnya MU pada Cantona, saat ia menyatakan pensiun setelah berulah dengan menendang fans Crystal Palace dalam sebuah pertandingan, Fergie datang membujuknya untuk merumput lagi bersama MU. Dan ia kembali.

Walau didewa-dewakan, Cantona juga manusia biasa. Ia harus pensiun. Ia punya masa keemasaan yang pada saatnya harus redup. Goyahkah MU setelah Cantona pergi? Nyatanya tidak. Deretan gelar Liga Inggris dan Piala FA tetap mengalir ke Old Trafford.

Tak lama setelah Cantona pergi, Paul Ince, salah satu pemain penting era 1990-an, yang dijuluki The Governor juga meninggalkan Old Trafford menuju Inter Milan. Toh, MU tetap jadi raja di Liga Inggris.

Yang paling menggemparkan setelah itu adalah, kepergian David Beckham ke Real Madrid usai Piala Dunia 2002. Seperti halnya saat Cantona pensiun, kepindahan Beckham juga diramal banyak orang akan menggoyahkan MU. Tapi itu juga tak terbukti.

Bahkan, saat Roy Keane, kapten yang tak punya saraf takut di kepalanya dan dijuluki The Legend and The True Leader oleh penggemar, pindah ke Glasgow Celtics tahun 2005, MU masih perkasa saja.

Cantona, Beckham, dan Ronaldo sama-sama menggunakan nomor punggung 7. Semua pecinta MU meyakini kostum nomor 7 adalah kostum keramat, dan hanya boleh diberikan kepada pemain-pemain dengan teknik dan karakter istimewa. Dengan duit 75 juta pound di tangan, Fergie bisa membeli tiga pemain berbakat terbaik lainnya, yang kelak, barangkali akan lebih hebat ketimbang Cristiano Ronaldo. Yang kelak akan bergantian menggunakan kostum merah nomor 7.

Kenapa MU tak pernah goyah karena kepergian bintang-bintangnya? Karena fondasi klub ini adalah sistem dan kebersamaan, bukan kekuatan individu. "Pemain boleh merasa dirinya hebat, tapi tidak ada yang lebih besar selain klub,'' kata Fergie. ''Kalau ada pemain yang merasa dirinya lebih besar ketimbang klub, itu adalah masalah,'' Fergie menandaskan. Didepaknya Ruud van Nistelrooy tahun 2006, karena menolak dijadikan pemain cadangan adalah bukti ucapan Fergie.

Fans boleh saja mengkultuskan para bintang di Old Trafford karena kehebatan skill individu, tapi MU adalah tim, sebuah organisasi yang solid. Sebuah kekuatan yang dirangkai dari satu pemain ke pemain lain, dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tidak ada satu pemain pun yang boleh merasa punya jasa paling besar. ''Semua pemain berjasa atas setiap capaian terbaik klub ini. Dan setiap kekalahan juga adalah andil semua pemain,'' kata Fergie.

Karena itu, jika Ronaldo ingin pergi dari Old Trafford, ''Lepaskan saja. Biarkan ia pergi,'' kata Steven Howard, kolumnis sepakbola Inggris di Harian The Sun. Hari ini, Sabtu (21/6), dalam berita terbaru di The Sun, Ronaldo sudah menyatakan keinginannya untuk pindah ke Madrid.

Jika sudah seperti itu, buat apa manajemen MU mempertahankan pemain yang hatinya sudah tidak di Old Trafford lagi. Ronaldo, selama ini, besar dan hebat karena dukungan pemain lain di MU. Rekor-rekor yang ia catat selama bersama Setan Merah, bukan karena dirinya sendiri, sebab sepakbola bukanlah permainan individu. Belum tentu ia bisa menorehkan prestasi yang sama di Madrid.

Tak pernah ada sejarahnya, klub yang mengumpulkan seluruh pemain terbaik dunia bisa jadi juara. Madrid sendiri punya bukti cerita pahit ini. Mereka pernah menyatukan Zidane, Ronaldo (Brazil), Raul, Beckham, dan Roberto Carlos dalam satu tim, hasilnya nihil. Sejarah yang sama juga pernah dicatat AC Milan dan Inter Milan di penghujung 1990-an dan 2000. Para pemain justru berebut mempertontonkan skill masing-masing di hadapan penonton dan pemilik klub. Tidak ada kebersamaan. Organisasi permainan kacau balau.

MU tidak akan mati hanya karena Ronaldo pergi. MU adalah tim dan sistem.
Pemain hebat boleh datang dan pergi slih berganti di Old Trafford pada tiap musim kompetisi, tapi MU akan terus menapaki prestasi di musim-musim ke depan. Sebab klub ini kokoh dan besar. We Love Manchester United! ***


No comments: