Tuesday, February 19, 2008

Menanti Kiriman Bondan Winarno

INILAH penantian yang lama untuk mendapatkan sebuah buku, yang menabuh rasa penasaran bertalu-talu. Sejak tahun 2002 saya berusaha mencarinya, ketika pertama kali diberitahu Septiawan Santana Kurnia, mantan dosen saya di Bandung dulu. ''Itu buku yang layak dibaca semua wartawan dan orang yang berminat pada jurnalistik,'' begitu katanya.


Ketika menerbitkan buku berjudul "Jurnalisme Investigasi" Kang Septi, begitu Septiawan biasa disapa, juga menyebut buku karya Bondan Winarno yang diberi titel "BRE X: Sebungkah Emas di Kaki Pelangi" sebagai salah satu karya peletak dasar jurnalistik investigasi di Indonesia.

Bahkan, Kang Septi, memberi kehormatan kepada Mas Bondan untuk menuliskan pengantar di bukunya itu. Mas Bondan menceritakan secara ringkas perjuangan dia mengumpulkan data dan informasi sehingga lahirlah buku yang menguak pepesan kosong timbunan emas di Busang, Kalimantan Timur.

Saya meminta tolong teman SMA dulu untuk mencarikannya di toko buku dan bursa buku bekas Palasari, Bandung. Sebulan setelah saya menelepon, si teman itu menyerah. ''Bensin gua habis, bukunya gak ada yang jual,'' katanya. Adik saya juga mencoba menyisir beberapa toko buku di Jakarta dan bursa buku bekas di kawasan Senen, hasilnya nihil juga.

Di beberapa mailing list yang berhubungan dengan jurnalistik saya bertanya adakah yang tahu di toko buku mana buku karya Bondan Winarno itu dijual. Jawabannya sama saja: susah cari buku Bondan. Karena tak ada hasilnya, saya lalu melupakannya.

Awal Desember 2007, ketika menonton tayangan Wisata Kuliner di Trans TV, program yang diasuh Mas Bondan, saya tiba-tiba teringat lagi buku itu. Seorang anggota mailing list Pantau menyarankan untuk berkirim email saja kepada Mas Bondan. Saran itu saya ikuti.

Tanggal 14 Desember 2007, saya menulis email untuk Mas Bondan. Saya bilang, saya adalah wartawan kurcaci yang sedang belajar mengetahui jurnalistik yang benar. Saya tuliskan pula, banyak orang merekomendasikan kepada mereka yang belajar jurnalistik agar membaca bukunya. Tapi, bertahun-tahun saya gagal mendapatkannya. Di ujung email, saya menawarkan Mas Bondan kalau ia berkunjung ke Batam, saya akan traktir sup ikan Batam.

Dua hari kemudian, Mas Bondan membalas email saya. Isinya: Sudah pernah makan sup ikan itu. Yang di Nagoya, kan? Memang enak. Sayangnya, saya lupa catat nomor teleponnya. Boleh dibantu? OK, buku Bre-X akan segera saya kirim. Salam, BW. (Catatan: BW adalah singkatan Bondan Winarno).

Bukan main berbunga-bunganya hati saya. Nomor telepon sup ikan Yong Kee Batam langsung saya cari. Tak sulit untuk mendapatkannya. Tak sesulit memperoleh buku "BRE X: Sebungkah Emas di kaki Pelangi". Nomor telepon itu saya kirim lewat email juga, sehari setelah Mas Bondan berkirim email kepada saya. Kini masanya menunggu buku itu tiba.

Jarum jam berputar, hari berganti, bulan berubah, tahun bertukar, tapi kiriman Mas Bondan tak datang juga. Saya coba menduga-duga apa penyebabnya. Ah, barangkali saya salah menuliskan alamat. Saya cek ulang surat-surat yang terkirim dari email saya. Ternyata, dalam email kepada Mas Bondan alamat yang saya tulis sudah benar adanya. Barangkali Mas Bondan sedang sibuk, sehingga belum sempat mengirimkannya, dugaan saya yang berikutnya. Sudahlah tunggu saja.

Akhirnya, saya tak sabar juga. Tanggal 4 Februari 2008 saya kirim email lagi. ''Ini yang terakhir, kalau tidak dapat juga, sudah nasib,'' gumam saya dalam hati. Enam hari kemudian, Mas Bondan membalasnya. Ia meminta alamat saya dikirim lagi.

Tanggal 14 Februari buku itu, akhirnya sampai di tangan saya. ''Mas Bondan, terima kasih berjuta-juta,'' tulis saya dalam email untuknya. Di belakang sampul buku itu, Mas Bondan menuliskan dengan pulpen warna biru: To M. Iqbal, Be Your Best!. Saya senang bukan kepalang.

Di belakang sampul itu pula terselip empat halaman kertas warna kuning. Rupanya ini adalah penjelasan tambahan dari Mas Bondan tentang bukunya. Diberi judul "Setahun dalam Pemberangusan". Di situ ia menceritakan kesedihan dan kepedihan hatinya, karena bukunya yang terbit tahun 1997 itu dilarang beredar oleh pemerintah. Karya itu, akhirnya, hanya jadi simpanan di rumahnya.

''Kerugian terbesar yang saya alami adalah kerugian moral. Saya mengalami periode biru selama berbulan-bulan. Setiap kali saya memasuki kamar, dimana 5.000 buku itu disimpan, hati saya menjerit. Saya sering tercenung memandangi tumpukan itu, bagai masokis yang menikmati siksaan terhadap batin saya sendiri,'' tulis Mas Bondan. Padahal, puluhan juta rupiah sudah ia habiskan untuk menerbitkan buku tersebut. Kalimat demi kalimat di kertas kuning itu sarat emosi.

Ia lalu berniat menerbitkanya dalam edisi bahasa Inggris. Buku itu pun diserahkan kepada seorang editor ulung di Kanada, tapi hantaman krisis ekonomi membuat rencana itu gagal.

Saking frustrasinya, Mas Bondan berniat memberikan gunungan buku itu kepada pemulung untuk didaur ulang. Tapi, Yvonne, istrinya, menganjurkannya untuk memasarkan kembali, karena sekarang pelarangan sudah tak berlaku lagi. Akan tetapi, menurut Mas Bondan, momentumnya sudah lewat. Lagi pula beberapa fakta dalam buku itu sudah mengalami perubahan.

''Akhirnya saya kalah oleh tirani kebutuhan. Dalam masa krismon seperti ini, apa saja yang bisa mendatangkan uang secara halal harus dilakukan. Saya putuskan untuk memasarkan buku ini dengan menyisipkan lembar tambahan ini, sebagai upaya memutakhirkan data dan informasi ... Terima kasih atas dukungan yang telah Saudara tunjukkan dengan membeli buku ini. Dukungan Saudara merupakan penghiburan yang sangat besar,'' kata Mas Bondan.

Catatan kecil dalam kertas kuning itu, jadi daya tarik tersendiri dalam buku karya Mas Bondan. Ia adalah contoh sebuah perjuangan dalam menelurkan karya bermutu tinggi.

Dan, apapun yang terjadi, buku "BRE X: Sebungkah Emas di Kaki Pelangi" tetaplah buku yang penting untuk dibaca. Bahasanya lugas dan mudah dipahami. Teknik bertuturnya sangat memikat. Menurut saya, Bondan Haryo Winarno, wartawan cum enterpreneur yang rendah hati itu, patut ditabalkan sebagai salah satu perintis jurnalistik investigasi di Indonesia. Bravo, Mas Bondan! Terima kasih berjuta-juta. ***

6 comments:

Anonymous said...

nama saya adalah rizki aryo dan saya sedang mengemban tugas untuk mengadakan acara economic week universitas airlangga surabaya.

saya baca artikel anda, saya merasa semakin dekat dengan bapak bondan winarno. saya membutuhkan email atau contact person beliau. karena dalam acara economic week ini, ada program bazaar dengan konsep mendatangkan beliau.

apakah anda berkenan untuk memberitahukan email bapak bondan winarno kepada saya ? karena sampai saat ini, SUSAH sekali untuk mendapatkan nomer atau email untuk menghubungi beliau.

atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
ini email saya :
sidewalk_suicide@yahoo.com

Melia said...

Dear Muhammad Iqbal,

Pertama-tama, saya perkenalkan diri dahulu, nama saya, Melia, saat ini saya adalah seorang mahasiswi Teknologi pangan di Semarang..Saat ini, saya sedang mengorganisir suatu konferensi tingkat nasional yang mengusung tema tentang "smart food: lifestyle and health reconciled" untuk diselenggarakan tanggal 3 desember....Berkenaan dengan hal ini, kami panitia merasa bahwa pak Bondan Winarno adalah orang yang sangat tepat untuk dapat berdiri di depan kami semua selaku keynote speaker, mengingat kredibilitas beliau....Oleh sebab itu, apabila Anda berkenan, saya mohon dengan sangat untuk dapat membantu saya mengontak beliau.....Saat ini, email beliau sudah saya cari di web, tapi tidak ketemu, sangat sulit sekali....Semoga Anda bersedia untuk share alamat email dari Pak Bondan......

oya, ini email dari panitia kami
nsc_8th@yahoo.com

terimakasih sekali,
Melia

meldha.m said...

let me introduce myself.
saya meldha meliawati, seorang mahasiswa yg tertarik dengan buku Bre-X tersebut namun susah sekali mendapatkannya karena tidak ada yg menjual.
saya mohon anda berkenan memberitahu saya alamat email bapak bondan winarno tersebut.
terima kasih.

please reply to: meldha.meliawati@gmail.com

Anonymous said...

Salam,
Perkenalkan nama saya Luthfi
Jika anda berkenan boleh saya mendapat email Pak Bondan, saya juga berminat memiliki Buku Bre-X karangan beliau, atau anda punya referensi tempat yang masih menjual buku tsb, trims

Regards,
Luthfi

Muhammad Iqbal said...

Pak Luthfi, email Pak Bondan: bondanw@gmail.com. Kalau Pak Luthfi ingat peristiwa beberapa tahun lalu, email ini pernah dibajak orang lain. Tapi, Pak Bondan mengatakan, tak akan mengganti alamat emailnya.

salam,
iqbal

Anonymous said...

nama saya calista risty..
saya tertarik dengan karya pak BW ini.... dan termasuk hunter karyanya juga... satu hal sederhana yang ingin saya ketahui, bagaimana pendapat saudara (siapapun yg membaca komentar ini) terhadap motivasi pak BW dalam melakukan investigasi terhadap kasus Bre-X ini? dan mengapa hanya dilakukan seorang diri? padahal yg saya baca di buku pak Septi--yang mnyertakan suara pak BW dalam kata pengantarnya--disebutkan bahwa suatu investigasi memerlukan sebuah tim untuk melakukan penyidikan thd sebuah kasus, bukan hanya satu orang saja.
demikian sedikit ulasan dari saya, mohon maaf lebih dan kurangnya. terima kasih. wasalam :)