Wednesday, March 5, 2008

Selingkuh

RIEKA Roeslan, seorang penulis lirik lagu penyanyi papan atas Indonesia mengaku sangat berhati-hati dalam menulis lagu. Bagi dia, lirik tak ubah seperti sebuah doa. Untuk itulah setiap membuat lagu, perempuan kelahiran Sukabumi, Jawa Barat, itu selalu memperhatikan dengan seksama latar belakang budaya, moral, dan hati nurani.



‘’Pesan ayah saya, lirik adalah doa. Nggak apa-apa idealis dan nggak terlalu laris,’’ katanya, seperti dikutip media massa, beberapa waktu lalu.

Rieka menyatakan prihatin dengan banyaknya lirik lagu yang tidak mendidik saat ini, terutama yang terkait dengan tema-tema tentang perselingkuhan. ‘’Dulu tema seperti itu seolah tabu dinyanyikan, sekarang malah menjadi hit di mana-mana,’’ katanya. Rieka tak akan membuat lagu-lagu begitu. Jangankan mencipta, menyanyikannya saja dia mengaku ogah.

‘’Saya pernah diminta nyanyi lagu yang di dalam liriknya ada kalimat ‘Jadikan Aku yang Kedua’. Saya nggak mau. Beberapa kali saya juga diminta membawakan lagu-lagu macam itu. Meski banyak yang request, itu tidak akan saya nyanyikan,’’ tegas mantan vokalis The Groove tersebut.

Rieka menyadari, dengan memegang teguh idealisme, ada risiko yang dihadapi. Karirnya saat ini tak semengilap jika dia mau mengikuti arus mainstream industri musik. Toh Rieka bergeming. ‘’Dari kecil saya sudah dididik untuk tanggung jawab. Termasuk dalam membuat lagu,’’ tutur perempuan yang masih betah melajang di usia 38 tahun itu.

Lagi pula, kata Rieka, dengan lirik lagu yang berlandaskan hati nurani, dia juga tak pernah kekurangan uang. ‘’Banyak lagu saya yang liriknya indah dan bisa menjadi hit. Dari lagu-lagu itu, saya bisa mendapat royalti yang gede. Sampai bisa beli rumah dan mobil,’’ tutur pencipta lagu Cobalah Untuk Setia (Krisdayanti) dan Izinkan Aku Menyayangimu (Iwan Fals) tersebut.


***

APAKAH maraknya lagu-lagu bertema perselingkuhan, seperti yang dirisaukan Rieka Roeslan, menjadi trigger bagi para pendengar untuk menjalani hidup seperti bait demi bait lagu yang dilantunkan penyanyi atau grup band idola mereka? Saya tak berani menyimpulkan. Tentu perlu riset yang dalam secara kuantitatif dan kualitatif. Barangkali pula, sinetron dengan tema perselingkuhan yang tak kalah gemuruhnya bisa jadi pemicu yang lebih dahsyat. Karena masyarakat diserang secara audio dan visual.

Akan tetapi, jika kita membaca ulang cerita tentang Beatles, Rolling Stones, Ramones, dan kelompok musik lain yang berjaya di era 60-an dan 70-an, mayoritas fans berat menempuh hidup seperti syair-syair yang dilagukan sang idola.

Saya coba memantaunya secara sederhana saja. Saya menghitung kasus perselingkuhan yang diterbitkan media massa di Batam. Di Harian Batam Pos, misalnya, dari bulan ke bulan di penghujung 2007 ada kecenderungan peningkatan pemberitaan kasus perselingkuhan. Bulan Oktober ada 19 berita. November naik jadi 23. Lalu Desember naik lagi jadi 25.

Di awal 2008 ini, saya belum menghitung arsipnya. Tapi, kemungkinan angkanya tidak jauh beda. Mayoritas berita diambil dari laporan polisi (LP). Ada kemungkinan, LP soal kasus selingkuh yang tidak sempat dilihat wartawan. Artinya, bisa jadi, jumlah kasus yang sebenarnya lebih besar dari yang diterbitkan media. Belum lagi, jika dihitung kasus yang tidak dilaporkan ke polisi.

Dari sekian banyak berita ada beberapa yang menurut saya tergolong luar biasa. Seperti kasus yang dialami Rostina. Begitu mencurigai suaminya punya perempuan lain, ia melaporkannya ke polisi. Tapi, polisi meminta Rostina membawa bukti. Rostina tak menyerah. Bak seorang detektif, ia menguntit ke mana pun suaminya pergi. ''Saya menyewa ojek selama dua hari untuk membuntutinya, sampai uang saya habis Rp500 ribu,'' katanya. Hingga akhirnya ia bisa meyakinkan polisi untuk datang menggerebek suaminya di rumah kekasih gelapnya.

Lain lagi kisah yang dialami Is. Perempuan ini dipukuli dan diinjak-injak suaminya, karena menjawab telepon pacar sang suami secara tak sengaja. Momen itu pula yang menyingkap rahasia yang dipendam suaminya selama ini.

Selingkuh tak hanya monopoli kaum lelaki. Setidaknya, bukti itu dimiliki Ica, ibu rumah tangga yang tinggal di permukiman liar Tanjunguncang. Ia berselingkuh karena, Pono, sang suami tak lagi perkasa. Ica akhirnya berpaling pada Obet, tetangga sebelah rumahnya.

Ketika digerebek polisi dan warga, Obet dan Ica mengaku apa yang mereka lakukan didasarkan perasaan suka sama suka. Ica mengaku memilih selingkuh karena tidak puas dengan suaminya. ''Bagaimana mau puas, Pak. Baru saja mulai, ia sudah selesai duluan,'' kata Ica, di kantor polisi.

Jalan yang sama juga ditempuh Yanti. Ia rela meninggalkan Andri, suaminya serta buah hati mereka yang baru berumur dua bulan, demi mengejar cinta baru yang ditawarkan Hendro, sopir pribadi mereka. ‘’Kenapa ada ibu yang tega meninggalkan anaknya seperti itu ya,’’ kata Andri ketika melaporkan naas yang menimpanya ke Kantor Polisi Tanjunguncang.


***
DALAM Kamus Umum Bahasa Indonesia selingkuh berarti curang, tidak jujur, tidak berterus terang, korup. Dalam KBBI selingkuh berarti suka menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri, tidak berterus terang, curang, serong’; atau ’suka menggelapkan uang, korup’; atau ’suka menyeleweng. .

Lalu kenapa orang berselingkuh? Mengutip penjelasan psikiatris Dr. Raj Persuad dari Australia, ternyata tidak ada kaitan antara kualitas seks dalam perkawinan dengan setia tidaknya seorang pria/pasangan. Alasan sesungguhnya mengapa orang menyeleweng adalah kurangnya keintiman emosi dan merasa kurang dicintai atau kurang memiliki rasa gembira.

Ditambahkan pula, menurut riset, ada empat permasalahan yang biasanya selalu ada dalam pada benak lelaki, yang justru ini sangat mungkin disalahartikan oleh kaum wanita sehingga, tanpa disadari, akan menempatkan perkawinan mereka dalam risiko.

Menurut ulasan Dr. Raj Persuad pada artikel di Good Medicine, empat permasalahan yang selalu ada dalam benak pria adalah:

1. Stres Berat

Pria berselingkuh bukanlah karena oversex, tetapi overstress. Begitu kata Dr. Persuad. Maksudnya. bila wanita bertemu teman wanitanya saat dalam keadaan stres, teman wanitanya akan merasakannya dan berusaha menghiburnya, mencoba membantu menghilangkan kecemasannya, tanpa diminta. Dan upaya-upaya itu akan sangat berguna.

Bagi pria, mengungkap stres yang dimiliki berarti mempertontonkan kerentanannya, dan itu bukan sesuatu yang membuat pria gembira. Pria memang sering mengalami stres, tetapi menghadapinya dengan cara yang berbeda, bagi wanita cara yang dilakukan pria ini mungkin terdengar agak menggelikan.

Suatu survei yang dilakukan oleh tim peneliti dari Leeds University, Inggris, guna menyelidiki kegemaran favorit pria, yaitu minum bir seusai pulang kerja mendapati bahwa hanya 9,5 persen saja dari mereka yang benar-benar menikmati minuman itu. Sebagian besar dari mereka, yaitu 85 persen, minum untuk menghilangkan stres.

Karena itu, wanita tak perlu merasa diabaikan bila suaminya memilih mengerami persoalannya sendiri dan tidak mengungkapkan perasaannya. Cukup perhatikan saja apakah taktik yang dipakai suaminya untuk meredam stres itu berhasil atau tidak, sambil bersiap-siap mendengarkan bila terlihat ia sudah siap bicara.

2. Tak Ingin Terlihat Lemah

Pria tidak mau mendongeng bagi anaknya di kamar tidur. Tidak mau mencuci. Selalu istrinya yang harus berinisiatif dengan bertanya ke mana mau pergi untuk liburan. Tidak mau pula mengerjakan permintaan istri untuk membereskan hal-hal sepele di seputar rumah.

Bagi istri, suami seperti itu tampak sangat malas dan tidak peduli, sehingga membuatnya jengkel. Padahal, lebih dari itu, kemungkinan besar pria itu merasa tak sanggup mengerjakan semua permintaan istri dengan baik.

Untuk diketahui saja, sebenarnya seorang pria butuh perasaan kompeten atau mampu, dan gemar memperoleh pujian atas apa yang berhasil dilakukannya dengan baik. Pria ingin merasa seperti jagoan. Bila suatu kegiatan membuat mereka merasa lemah, bodoh, tidak berdaya, mereka tak ingin melakukannya.

Karena itu, seorang istri tak perlu mengawasi dan membuntuti suaminya untuk memastikan semua yang diperintahkan benar-benar dikerjakan. Sebaliknya, hujanilah suami dengan pujian, betapa pun tampak repot upaya yang dilakukannya untuk memenuhi permintaan istri. Pujian seperti ini perlu diupayakan dua kali lipat oleh istri saat berada di tempat tidur bersama suami.

3. Beda Level

Mate Value Discrepancy (MVD), artinya kira-kira Kadar Kesetaraan Pasangan, merupakan suatu hal yang tidak sopan dibicarakan oleh terapis dan biro konsultasi perkawinan ternama. Untuk sederhananya saja, MVD adalah suatu upaya ilmiah untuk menguantifikasi apa yang terjadi ketika seseorang yang sangat rupawan menikah dengan seseorang yang, katakanlah, sangat kurang rupawan. Banyak pasangan yang dalam hal penampilan wajah ini levelnya hanya beda sedikit. Meski begitu, selalu saja ada yang beda levelnya njomplang.

Suatu temuan penelitian yang sangat mengusik belum lama ini mengatakan, bila pihak wanita lebih cantik ketimbang sang pria, wanita itu jauh lebih berkemungkinan untuk berselingkuh ketimbang bila sang pria yang jauh lebih ganteng. Jadi, terus terangnya saja, bila sang pria lebih ganteng dan rupawan, dia sebenarnya lebih bisa dipercaya ketimbang bila pihak wanita yang cantik.

Kata Dr. Persuad, dari pengalaman praktiknya, ada saja wanita-wanita yang datang mengeluhkan kekesalannya karena setelah sekian lama, ternyata pasangannya bukan orang yang ganteng, serta bukanlah tipe orang yang mereka inginkan atau dambakan.

Dalam pergaulan sehari-hari, kekesalan seperti ini pasti terkomunikasikan secara halus atau terang-terangan kepada pasangannya, sehingga membuat hubungan mereka menjadi tidak manis lagi. Dari situ, ada kemungkinan pihak pria lalu akan merasa satu-satunya cara untuk menunjukkan kerupawanannya adalah dengan berada di pelukan wanita lain.

4. Ingin Merasa Penting

Ini mungkin juga merupakan persoalan klasik. Wanita yang sudah sedemikian berhasil membuat pria mudah merasa tertinggal. Perasaan mandiri yang besar pada wanita akan membuat pria merasa mereka tidak memiliki peran penting dalam kemajuan yang diperoleh pasangannya dalam hidup.

Hubungan yang kuat didasarkan pada perasaan dua belah pihak bahwa mereka masing-masing memiliki peran yang satu sama lain saling berpengaruh. Bila ini tidak terjadi dalam suatu perkawinan, sudah saatnya untuk menciptakan keseimbangan tersebut, sehingga tidak ada yang merasa tertinggal dalam hubungan itu. ***

No comments: