Saturday, September 13, 2008

Kumpul Kebo dan Telanjang Bulat

SEJAUH mana aparat negara diperbolehkan memasuki ruang pribadi seseorang? Belakangan di benak ku pertanyaan itu terus mengentak. Setidaknya dalam dua pekan pertama Ramadan 2008 ini, sejak polisi gencar merazia sejumlah rumah kos di Batam.


Alasan polisi, seperti sudah sering kita baca di koran -dan makin terdengar klise, memberantas pelanggaran susila di tengah masyarakat. Dan, bulan Ramadan selalu dijadikan momentum penegakan hukum susila, -emangnya di luar bulan Ramadan peraturan kesusilaan tidak harus ditegakkan apa?

Kembali ke pertanyaan pertama, apakah dibenarkan aparat pemerintah masuk ke rumah-rumah penduduk, lalu memeriksa surat nikah, dan jika ditemukan dua manusia beda kelamin tidak punya surat nikah, digiring ke kantor polisi dengan tuduhan kumpul kebo. Padahal, saat polisi datang mereka tidak sedang berhubungan seks dan tidak ada laporan warga sekitar kalau mereka kumpul kebo. Bagaimana membuktikan bahwa mereka benar-benar kumpul kebo?

Aku tak percaya ada peraturan hukum segila itu di negara ini: menggeledah rumah penduduk dan kamar pribadi orang hanya sekedar mencari pelanggaran susila, tanpa didukung bukti awal. Tapi, okelah, jika memang ada peraturan yang membenarkan polisi bertindak seperti itu, lalu kenapa yang dirazia hanya tempat kos murahan yang ada di ruko-ruko dan gang sempit. Kenapa nggak sekalian periksa kamar-kamar di asrama polisi, siapa tahu di sana juga ada yang kumpul kebo.

Pakai logika awam saja (atau barangkali polisi kita pura-pura bego), potensi kumpul kebo tidak hanya ada di kos-kosan kelas comberan itu saja. Ia ada di mana saja. Di perumahan-perumahan mewah yang dihuni para ekspatriat dan konglomerat. Juga di hotel-hotel berbintang.

Dan kita tahu, di kamar-kamar hotel (di Batam) hampir tiap hari ada saja tamu yang bawa PSK. Bahkan ada yang sengaja check in hanya sekedar untuk tidur dengan PSK. Apa itu tidak kumpul kebo? Lalu, kenapa juga polisi tidak menyisir satu per satu kamar hotel berbintang atau rumah-rumah mewah itu? Buruan, Ramadan sudah hampir habis lho, nanti Anda kehilangan momentum!

Aku tak mendukung tumbuh kembangnya kumpul kebo (sebenarnya istilah ini siapa yang ciptakan?). Aku setuju peraturan kesusilaan (di tempat umum) harus ditegakkan dan pornografi diberantas. Tapi, jika negara terlalu jauh mngorek-ngorek kehidupan pribadi warganya, apakah itu tidak keterlaluan. Masalah susila adalah masalah moral dan norma. Ia sesuatu yang berbeda dengan masalah pidana dan perdata.

Kita ambil contoh kasus telanjang bulat saja. Jika seorang manusia waras bertelanjang bulat di tempat umum, di mall atau di pasar misalnya, jelas itu sebuah pelanggaran kesusilaan. Oke, kita dukung aparat untuk menindaknya! Tapi, jika si manusia waras tadi bertelanjang bulat di kamar mandi di rumahnya, atau di kamar tidurnya setelah ia mandi, apakah ini juga pelanggaran susila? Toh, sama-sama telanjang dan sama-sama warasnya.

Lain halnya dengan mencuri. Mencuri di tempat umum atau di tempat yang sunyi sepi tanpa satu orang pun yang melihatnya, tetap adalah pelanggaran hukum pidana.

Karena itu, jika sesuatu yang dianggap melanggar susila itu terjadi di area pribadi, di tempat-tempat yang tidak terjangkau oleh mata publik, di tempat yang amat rapat dan tertutup (mungkin hanya Tuhan dan malaikat yang tahu), tidak perlulah diurus oleh aparat negara. Toh tidak meresahkan orang banyak. Tidak mengganggu ketertiban umum. Itu adalah urusan pribadi orang-orang yang melakukannya. Hukumannya adalah dosa. Dan yang menanggungnya adalah mereka yang berbuat.

Sudahlah, masih banyak masalah yang lebih penting yang mesti ditangani polisi. Cobalah polisi bantu bongkar-bongkar kasus suap-menyuap di lembaga legislatif; menangkap pengusaha yang membeli BBM bersubsidi untuk kepentingan industri mereka sehingga membuat BBM langka dan harganya menggila; menangkap para petugas yang melakukan pungli di loket-loket pengurusan izin usaha, SIM dan pajak; dan lain-lain.

Kadang aku sedih juga, bulan Ramadan selalu dijadikan alasan untuk melakukan ini dan itu, yang menurut orang yang melakukannya tujuannya adalah demi kebaikan orang banyak. Oh, come on, Man! Berbuat baik tidak mesti di bulan Ramadan. Tidap detik sepanjang napas masih bisa dihela, apakah itu bulan Ramadan atau tidak, berbuat baik dan menegakkan kebenaran adalah kewajiban. Jangan bulan Ramadan ''digadaikan'' hanya sekedar untuk mendapatkan predikat sebagai aparat yang religius di mata umat.

Dan, berbuat baik serta menegakkan kebenaran itu haruslah adil. Jangan hukum hanya ditegakkan pada mereka yang tak berdaya untuk memberikan perlawanan. Jangan aparat hanya berani tegas kepada mereka yang nggak ngerti apa-apa tentang hukum. ***

No comments: