Sunday, April 5, 2009

Orang-orang di Balik Layar

Mengantar pesanan dan kiriman orang dengan cepat sesuai alamat tujuan bukan sesuatu yang baru bagi M Irfan. Pengalaman bekerja sebagai pegawai Kantor Pos telah mengajarkannya bagaimana menyiasati semua rintangan di jalan, agar surat dan paket yang jadi tanggung jawabnya bisa sampai tepat waktu.


Pengalaman itulah yang mempertebal keyakinannya saat mengajukan lamaran bekerja sebagai pengantar gulungan film milik jaringan bioskop Kelompok 21 yang menaungi Studio 21 di Nagoya Hill dan XXI di Mega Mall Batam Center. ‘’Sejak Mei 2008 saya ganti profesi dari pengantar surat jadi pengantar gulungan film,’’ katanya, saat ditemui di XXI, pekan lalu. Petugas pengantar film biasa disebut endit. Namun Irfan tak tahu darimana asal kata itu.

Kendati memiliki banyak kesamaan, tapi pekerjaan lama dan pekerjaan barunya, kata Irfan, memiliki tekanan yang berbeda. Mengantar surat dan paket, meski alamat tujuan sangat banyak, tenggat waktu yang dimiliki cukup longgar.

‘’Kalau antar surat yang penting hari itu harus sampai, tak masalah siang atau sore. Yang penting sampai ke alamat,’’ katanya.

Namun, bertugas sebagai endit, walau hanya bolak-balik Nagoya-Batam Center, Irfan harus jeli menghitung setiap menit yang berputar. ‘’Kita tak boleh terlambat, karena itu akan mengganggu kenyamanan penonton,’’ katanya. ‘’Ternyata jadi endit lebih berat.”

Seorang endit memang dituntut cekatan. Lancar atau tersendatnya pemutaran sebuah film, sangat tergantung pada mereka. ‘’Di sini, kita punya enam orang endit,’’ kata Dewo, manajer operasional Studio XXI.

Karena berada di bawah bendera usaha yang sama, semua judul-judul film yang diputar di Studio XXI di Batam Center dengan Studio 21 di Nagoya pun sama. Dan, selisih jam tayang untuk satu judul film antara kedua bioskop itu hanya satu jam.

Misalnya, film Laskar Pelangi jadwal tayangnya di XXI pukul 14.00, maka di Studio 21 akan diputar pukul 15.00. Karena itu pula, untuk satu judul film mereka dijatah satu paket gulungan saja yang harus dipakai bergiliran. Di sinilah tekanan terberat para endit, menjaga ketepatan waktu tayang sebuah film di masing-masing bioskop.

Irfan menjelaskan, sebuah judul film, yang durasi tayangnya rata-rata 90 menit, terdiri dari lima sampai tujuh gulungan film. Satu gulungan panjang durasinya antara 15 sampai 20 menit. Gulungan itulah yang disusun sambung menyambung oleh operator hingga jadi tayangan film yang utuh dan enak ditonton.

Agar jadwal pemutaran film tidak terlambat, para endit telah memiliki metode kerja baku. Setiap satu gulungan yang selesai ditayangkan di satu bioskop akan langsung diantar ke bioskop lain. Misalnya, film Sumpah Pocong yang terdiri dari tujuh gulungan film sedang diputar di Studo 21. Maka begitu gulungan pertama selesai diputar langsung dibawa oleh seorang endit untuk diputar lagi di XXI. Gulungan kedua dan seterusnya akan dibawa oleh endit yang berbeda. ‘’Bawanya pakai motor,’’ kata Yulhendri, salah seorang endit.

Dengan pengantaran yang terpisah-pisah seperti itu, maka ketika film Sumpah Pocong masih memasuki bagian tengah cerita di Studio 21, di XXI Batam Center bagian awal film itu sudah mulai tayang. ‘’Penonton nggak tahu, kalau ekor film ini masih ada di Nagoya,’’ kata Yulhendri. Saat penonton berdebar menyaksikan jalannya cerita di layar, para endit dan operator justru berdebar memikirkan kontinuitas film dan kenyamanan penonton. ‘’Yang selalu bikin cemas, kalau gulungan berikutnya tak tepat waktu, film terpaksa putus beberapa menit,’’ kata Sugiono, operator XXI.

Kejadian tak mengenakkan itu, bukan tak pernah mereka alami. Hambatan justru kerap datang dari hal-hal yang tak mereka duga. ‘’Pernah kawan yang sedang ngantar gulungan keempat sebuah film dari Nagoya kena razia di depan ruko Edukids. Padahal, gulungan pertama dan kedua sedang tayang di Batam Center. Yah, akhirnya film sempat putus beberapa menit,’’ ungkap Irfan. Kalau sudah begitu, giliran operator turun tangan. ‘’Biasanya kita kasih permohonan maaf ke penonton lewat slide,’’ kata Sugiono.

Bukan cuma razia, cuaca dan kempes ban di jalan juga kerap membuat para endit terlambat. ‘’Padahal, kita sudah mematok jarak tempuh Nagoya-Batam Center itu maksimal 20 menit saja,’’ kata Irfan.

Pada malam penyambutan Tahun Baru 2009 lalu, hampir semua jadwal tayang film di XXI molor. Kemacetan parah di seputar Batam Center menuju Engku Putri, yang berlokasi di samping XXI, membuat laju motor para endit tersendat-sendat. “Bahkan, kita sampai berlari dari Simpang Masjid Raya ke sini sambil membopong gulungan film,’’ kenang Yulhendri. Untungnya, malam itu, penonton tak penuh. ‘’Orang lebih banyak berada di luar tahun baruan,’’ kata Dewo, manajer operasional XXI.

Apa yang paling tak mengenakkan jadi endit? Yulhendri menjawab, “Kalau nonton film nggak pernah tuntas. Selesai nonton satu gulungan langsung pergi, kadang lagi seru-serunya he..he..he..”

Berbeda dengan endit, seorang operator seperti Sugiono justru bisa menikmati tayangan film secara utuh, bahkan hingga berkali-kali. Film-film laris seperti Ayat-ayat Cinta dan Laskar Pelangi bisa tayang hingga dua bulan. ‘’Tapi, biasanya yang serius natap layar itu hanya pas pemutaran pertama saja. Setelah itu biasa saja,’’ katanya.

Karena keseringan menonton film yang sama, tak jarang pula Sugiono tertidur saat film sedang tayang. ‘’Biasanya kita tidur-tidur ayam gitu,’’ ungkapnya.

Menjadi operator, kata Sugiono, tak perlu pendidikan khusus. ‘’Yang mutar gulungan film itu mesin. Kita cuma ngawasin saja gimana layar dan suaranya bersih,’’ katanya. Sugiono sebelumnya bekerja sebagai operator perusahaan elektronik di Mukakuning. ‘’Waktu baru masuk, saya dikasih kursus satu bulan di Nagoya Hill, setelah itu langsung bisa,’’ katanya.

Terlepas dari keterlambatan akibat faktor non teknis yang dialami para endit dan operator, kata Dewo, secara keseluruhan penayangan film di XXI dan Studio 21 cukup memuaskan penonton yang datang. ‘’Kenyamanan penonton tetap terjaga,’’ katanya. Itu bisa dibuktikan dari rata-rata jumlah penonton yang yang datang saban hari. ‘’Rata-rata di XXI 200 penonton per hari tiap studio,’’ katanya. ***

No comments: