Tuesday, July 7, 2009

Pejabat Kita

SUATU siang, awal Juli, di ruang kerja seorang kepala dinas Pemerintah Provinsi Kepri, di Tanjungpinang,

Riiing ... riiing. Blackberry Pak Kepala Dinas berbunyi.

''Sebentar, ya,'' katanya kepada saya yang duduk di depan meja kerjanya.

''Silakan, Pak. Santai saja. Saya nggak buru-buru, kok,'' jawab saya, diikuti anggukan kepala teman sekantor yang juga ada dalam ruangan ber-AC itu.


''Halo, gimana?'' kata Pak Kepala Dinas sambil mendekatkan Blackberry ke mulutnya.

Terdengar suara perempuan sayup-sayup dari speaker Blackberry tapi tak jelas apa yang diucapkan.

''Jadi, apa? Swift atau Jazz?'' Pak Kepala Dinas bertanya. Raut wajahnya santai sembari merebahkan bagian belakang kepala ke sandaran kursi kerja yang empuk.

Suara perempuan terdengar lagi dari Blackberry itu. Tapi, lagi-lagi, kalimatnya kurang jelas.

''Selisihnya berapa?'' tanya Pak Kepala Dinas.

Ia mengangguk-angguk sambil mendengar jawaban dari speaker Blackberrynya.

''Oke-lah. Kalau begitu ambil Jazz aja,'' katanya.

''Tapi, itu matic, kan?''

''Oke, oke. Nanti Papa kirim.''

Pak Kepala Dinas melepas senyum sambil meletakkan Blackberry di atas meja kerjanya.

''Itu tadi anak saya. Dia kuliah di Jakarta. Minta dibelikan mobil. Susah kalau tak dituruti,'' katanya kepada saya.

Saya dan teman saya saling berpandangan. Lalu tersenyum.

***

SUATU pagi, awal Maret, di sebuah kedai kopi di Tiban Center, Batam.

''Gimana, masih banyak pilihan kan untuk saya,'' kata seorang anggota DPRD Batam sambil menyeruput teh botol dengan sedotan.

''Masih. Mau yang fisik atau pengadaan?'' seorang kepala dinas di Pemerintah Kota Batam, yang duduk di depan Pak Dewan, menjawab seraya membentangkan dua lembar kertas.

''Pengadaan aja lah. Fisik rumit. Material harganya naik turun,'' Pak Dewan memotong cepat.

''Oke-lah. Pilih aja. Yang belum ditandain itu masih bisa,'' kata Pak Kepala Dinas.

''Yang ini gimana, mantap nih,'' kata Pak Dewan sambil menunjuk daftar pengadaan alat tulis kantor.

''Oh, jangan. Itu sudah sama si X. Dari kepala dinas sebelumnya dia terus yang pegang proyek ini,'' kata Pak Kepala Dinas. Ia menyebut nama seorang pimpinan organisasi yang bergerak di bidang belajar mengajar.

''Kalau ini, gimana?'' Pak Dewan menunjuk daftar lain.

''Itu kan sudah ditandain. Itu untuk si Z. Tak enak saya. Dulu dia yang bantu untuk bisa duduk di sini.'' Kali ini Pak Kepala Dinas menyebut nama pengurus ormas kepemudaan bernuansa primordial.

''Ya, udah. Kalau gitu saya ambil ini, ini. Saya minta empat, deh,'' kata Pak Dewan dengan nada sedikit mengintimidasi.

''Oke-lah. Tapi kalau rapat jangan kencang-kencanglah. Malu saya sama anak buah, kalau sampai dimarah-marahi begitu,'' kata Pak Kepala Dinas dengan nada memohon.

''Hehehe ... Itu kan sandiwara aja, Bos,'' jawab Pak Dewan berusaha menenangkan.

''Si H masih suka minta duit, tak?'' tanya Pak Dewan. H adalah anggota Dewan lain dari fraksi berbeda, tapi satu komisi dengan Pak Dewan kita ini.

''Kemarin telepon, tapi nggak saya angkat,'' kata Pak Kepala Dinas.

''Nggak usah dilayani. Nanti di rapat kalau dia menyerang, biar saya bentengi. Rapat kan saya yang pimpin,'' kata Pak Dewan meyakinkan.

''Oke-lah. Saya permisi dulu,'' Pak Kepala Dinas beranjak dari tempat duduknya.

''Hehehe .... Yang gini sih biasa,'' kata Pak Dewan kepada saya yang sedang sarapan di meja sebelahnya. Tak lama ia pun berlalu.

***

DI atas mobil dinas seorang pejabat Pemerintah Kota Batam, menjelang waktu makan siang, pertengahan Februari lalu. Mobil terjebak macet di perempatan jalan dekat sebuah warung ikan bakar yang juga menyajikan menu sate kuda, di kawasan Seipanas.

''Makan di sana aja, Pak? Ada sate kudanya,'' kata sopir Pak Pejabat.

''Jangan sate kudalah. Repot ntar,'' jawab Pak Pejabat, yang duduk di sebelah saya di bangku belakang.

''Kenapa, Pak?'' Seorang staf perempuan Pak Pejabat yang duduk di sebelah sopir bertanya.

''Kalau voltase saya meninggi mau dicolokin kemana, ibu sedang pulang kampung,'' kata Pak Pejabat. Ia tersenyum.

''Hehehe ... Bapak bisa aja. Emang kuda obat kuat juga ya, Pak?'' Staf perempuan bertanya dengan nada yang menunjukkan rasa penasaran.

''Lah, emang iya. Dahsyat itu. Saya pernah nyobain waktu dinas ke Jakarta,'' jawab Pak Pejabat. Lagi-lagi ia tersenyum.

''Di Jakarta colokinnya kemana, Pak? Emang Ibu ikut waktu itu?'' Staf perempuan itu bertanya lagi.

''Hehehe ... Mau tau aja,'' kata Pak Pejabat. Ia susah menahan tawa.

''Ngomong-ngomong di Jakarta 'kuda'-nya memang bagus-bagus hehe.'' Pak Pejabat menyambung kalimatnya.

''Kalau 'joki'-nya nggak mahir sih nggak asik juga, Pak hehe.'' Staf perempuan terkikik.

''Gimana pun juga, ya, tergantung 'joki','' Staf perempuan masih terus tertawa.

''Kalau umur segini nggak mahir ya keterlaluan. Kalau kamu mau latihan 'kuda-kudaan' sama saya juga bisa hehehe,'' kata Pak Pejabat.

''Hehehe ... Bapak bisa aja,'' kata Staf perempuan.

''Kamu, kok diam aja. Kayak nggak ngerti aja,'' kata Pak Pejabat pada saya.

''Hehehehe.'' Saya tertawa. ***

No comments: