Thursday, January 21, 2010

Sate Pelanduk Gelora


WARUNG Sate Pelanduk Gelora terletak di Satuan Permukiman, warga Ranai biasa menyebutnya SP3. Ini adalah daerah para transmigran. Masuk dalam Kelurahan Batubi, Kecamatan Bunguran Timur. Dari pusat Kota Ranai, kira-kira butuh 20 menit perjalanan dengan mobil untuk sampai ke sana.


Warung ini buka tiap hari, dari siang hingga menjelang malam. Menunya cuma: sate pelanduk. Begitu menjejakkan kaki di depan warung yang arsitekturnya mirip warung kopi di desa-desa lain di Indonesia itu, Abdul Kadir, sang pemilik ramah menyambut. ”Mau pesan berapa?” Itulah pertanyaan pertama dan selalu diucapkan Kadir kepada tetamunya.

Setelah memastikan pesanan pembeli, Kadir bergegas ke dapur yang ada di bagian dalam warung. Dari sana ia membawa puluhan tusuk daging pelanduk yang sebelumnya sudah dibersihkan. ”Begitu orang pesan, kita tinggal bakar saja,” katanya, ketika Batam Pos singgah di sana, beberapa waktu lalu.

Pembakaran dilakukan di depan warung. Asap mengepul-ngepul. Menurut Kadir, pembakaran sengaja dilakukan di depan agar pengunjung bisa melihat dengan jelas struktur daging pelanduk segar. Saat dibakar, daging pelanduk tak terlalu menebar aroma khas. ”Mirip-mirip daging kambing,” kata Kadir. Bedanya, kata Kadir menambahkan, daging pelanduk lebih amis dibanding kambing. Karena itu, kata dia, membersihkan dan mengolahnya harus teliti. ”Kami punya resep khusus, agar saat dimakan sate tak lagi terasa amis,” katanya.

Apa resepnya? Sambil terkekeh Kadir menjawab, ”Itu rahasia keluarga. Turun temurun.” Memang, sebelum Kadir mengambilalih kendali Warung Gelora, orangtuanya adalah nakhoda yang memimpin peluncuran perdana Warung Gelora lebih dari sepuluh tahun silam.

Sekitar sepuluh menit berada di pangganggan, sate pelanduk siap disajikan. Satu porsi terdiri dari sepuluh tusuk, ditaruh di atas sebuah piring kecil lalu disiram dengan bumbu kacang dan kecap. Hmmm, bau daging panggang dan bumbung kacang di depan hidung pengunjung mulai membangkitkan selera makan. Tersedia dua pilihan, Anda mau menyantapnya dengan lontong atau nasi. Tapi, kebanyakan pengunjung memilih lontong.

Di lidah, daging pelanduk yang seporsi dihargai Rp15 ribu itu, lebih halus daripada daging kambing. Pembakaran yang pas membuatnya juga terasa empuk dan tidak alot. Karena itu, tidak perlu waktu lama untuk menghabiskan satu porsi sate pelanduk. ”Banyak yang minta tambah,” ungkap Kadir. Bumbu kacang dan kecap yang tersisa di piring juga enak disantap dengan kerupuk yang banyak digantung dekat meja pengunjung.

Lalu apa khasiat daging pelanduk? ”Untuk menambah tenaga. Cocok untuk laki-laki,” ujarnya. Setengah berbisik, Kadir menambahkan, ”Kalau belum menikah jangan sering-sering makan pelanduk, nanti tersiksa hehe.” Khasiat daging pelanduk itu pula yang melatarbelakangi pemberian nama warungnya. ”Biar yang makan tambah bergelora,” ucapnya.

Sehari Kadir biasa menghabiskan tiga ekor pelanduk atau sekitar 45 kilogram daging. Pelanduk adalah binatang kecil yang mirip kancil tapi ukuran badannya lebih menyerupai kambing. Meski berada jauh dari pusat Kota Ranai, warung sate pelanduk Kadir selalu ramai dikunjungi.

Tamu-tamu Pemerintah Daerah Natuna kerap singgah di sana. ”Ada juga rombongan dari Malaysia dan Singapura yang pernah ke sini,” tuturnya. ”Belum ke Ranai kalai belum makan sate pelanduk di sini,” kata Eddy, seorang pengunjung. ***

No comments: