Wednesday, September 15, 2010

Di Sudut Penjara

DI SELA jeruji besi selebar 10 cm, di ruang besuk Lembaga Pemasyarakatan Batam, Senin (6/9), bibir itu beradu. Sebuah kecupan tanda perpisahan. Tak ada kata terucap. Hanya dua pasang bola mata saling menatap, menyiratkan harap bisa berjumpa lagi dalam waktu dekat. Dari balik jeruji, sesosok lelaki berkaus biru melambai kepada perempuan yang baru saja mengecup bibirnya. Setelah si perempuan menghilang di balik pintu penjaga, sang lelaki menyusup ke dalam lingkungan penjara.

Lima belas menit sebelum perpisahan yang mirip jalan cerita di novel cinta itu, keduanya berbincang mesra. Tangan mereka saling menggenggam di sela-sela jeruji penjara. Di sebelah mereka, seorang lelaki paruh baya, yang juga menghuni Lapas Batam, menerima kunjungan istri dan tiga orang anaknya. Istrinya bercerita tentang kelakuan satu per satu anak mereka. Tawa dan keceriaan pecah, meski hanya untuk sementara. Di ujung pertemuan, si istri menyerahkan tiga bungkusan berisi makanan. ''Bapak baik-baik di sini, ya,'' pesannya. 




Siang itu, suasana ruang besuk penjara cukup ramai. Silih berganti orang datang menjenguk kenalan atau kerabat mereka yang kebebasan dan kemerdekaannya sedang dititipkan kepada negara karena beragam alasan. Ada yang tertangkap saat memakai atau mengedarkan narkoba, ada yang membunuh, mencuri, memperkosa, ada juga yang terpaksa meringkuk karena tak sengaja menabrak orang di jalan raya.

Di ruang besuk berbentuk persegi panjang itu, pikiran saya bercabang-cabang. Saya coba menduga-duga perasaan orang-orang yang bertemu di sana, baik sebagai pembesuk maupun narapidana. Barangkali, gumam saya dalam hati, kalau diminta memilih, lelaki paruh baya yang dijenguk istri dan anak-anaknya itu akan memilih tinggal di sebuah gubuk tengah sawah sepanjang bisa berkumpul dan bercengkerama dengan keluarga tanpa batasan waktu. Saya tak yakin Arthalita Suryani, narapidana kasus suap pejabat Kejaksaan Agung, benar-benar menikmati sel mewahnya di Rutan Pondok Bambu, Jakarta. Penjara tetaplah sebuah penjara. Kebebasan dan kemerdekaan sesungguhnya tak pernah ada di sana.

Dari ruang yang diisi empat potong bangku kayu panjang itu, pengunjung tak bisa melihat kondisi kamar tahanan. Yang terbayang di benak saya seketika itu justru penjara Alcatraz, penjara untuk penjahat kelas kakap di Amerika Serikat, seperti yang pernah digambarkan dalam film The Rock yang dibintangi Sean Connery dan Nicolas Cage.

''Suhaimi bin Ramli. Siapa yang ingin jenguk Suhaimi?'' tiba-tiba seorang petugas jaga bertanya dengan lantang. Suaranya mengalahkan riuh rendah pertemuan para pembesuk dan narapidana.

Dari dalam lingkungan penjara muncul seorang lelaki bertubuh kurus dengan tinggi sekitar 170 cm. Rambut atasnya berdiri semua seperti tusuk gigi.

''Puasa, Bang?'' tanya Hasan Aspahani, Ketua Dewan Kesenian Batam, ketika bersalaman dengannya.

''Alhamdulillah puasa,'' katanya. Ia tersenyum, memperlihatkan beberapa gigi depannya yang ompong.

''Salat gimana, lancar?''

''Insya Allah selama di sini salat tak pernah tinggal.''

Suhaimi bin Ramli adalah narapidana kasus narkoba. Sudah tiga Ramadan lelaki kelahiran Medan 28 Desember 1965 itu mendekam di Lapas Batam. ''Bulan ini genap tiga tahun 10 bulan,'' tuturnya. Malam takbiran menyambut Idul Fitri 2010, Suhaimi bakal merasakan kembali udara luar, mengambil kembali kebebasan dan kemerdekaan miliknya yang selama ini diambilalih negara. ''Saya dapat remisi dalam rangka Idul Fitri. Hari Raya ini sudah bebas,'' ucapnya.

Selama berada di penjara, tak hanya kebebasan yang hilang dari hidup Suhaimi, tapi juga orang-orang yang ia cintai. Ia putus kontak dengan istri dan tiga anaknya. ''Terakhir kali mereka jenguk Ramadan 2008,'' katanya. Suaranya tiba-tiba pelan. Ia mengusap-usap kepalan tangan kirinya dengan telapak tangan kanan. Wajahnya menunduk. ''Anak saya yang tua seharusnya kini sudah SMP, yang nomor dua kelas lima, dan yang bungsu kelas satu SD,'' katanya.

Meski beberapa kali menyebut penjara sebagai universitas kehidupan, Suhaimi bertekad tak ingin kembali lagi ke sana setelah bebas nanti. ''Ada yang saya syukuri masuk ke sini. Saya bisa hidup teratur. Ibadah lebih baik. Tapi, saya nggak ingin lagi balik ke sini. Cukuplah sekali ini,'' katanya.

Sebelum dipenjara, Suhaimi yang datang ke Batam tahun 1989, menghabiskan hidupnya di jalanan, dari ngamen hingga jadi calo angkutan umum. ''Dulu Simpang Dam itu kita yang pegang,'' katanya. Pada pertengahan 1990 hingga 2002, kawasan Simpang Dam, yang berada di depan pintu masuk Kawasan Industri Batamindo, Mukakuning terkenal sebagai daerah angker. Calo, copet, dan preman merajalela.

Selama beroperasi di Simpang Dam, Suhaimi beberapa kali ditahan polisi karena perkelahian, tapi ia tak pernah sampai dijebloskan ke rutan atau lapas. ''Paling tiga atau empat hari di kantor polisi, setelah itu keluar lagi. Yang benar-benar penjara baru kali ini,'' katanya.

Tahun 2003, setelah enam tahun menikah dan punya anak, Suhaimi memutar haluan hidupnya. Ia meninggalkan dunia lamanya, dan mendirikan LSM lingkungan hidup. ''Namanya LSM Pecinta Alam,'' katanya. ''Negara kita adalah satu dari tiga negara yang punya hutan tropis terbesar di dunia. Tapi, banyak keputusan pemerintah justru merusak hutan kita sendiri. Ada banyak kepentingan ekonomi dan tekanan dari negara maju sebagai penyebabnya,'' paparnya.

Penjelasan itu tidak sekedar menjelaskan kenapa ia mendirikan LSM lingkungan hidup, tapi juga menunjukkan bahwa ia bersungguh-sungguh menjalankan cita-cita organisasi tersebut, dimana ia duduk sebagai pendiri sekaligus ketua. Ia belajar dan mencari sebanyak mungkin infiormasi terkait lingkungan hidup, khususnya pelestarian hutan. ''Hutan kita harus diselamatkan.''

Zulham Effendy, sahabat lama Suhaimi yang datang menjenguk ke Lapas, Senin siang itu, menuturkan, Suhaimi adalah seorang organisatoris ulung. Ia beberapa kali menggalang sekaligus memimpin pertemuan pengamen dan anak jalanan di Batam. ''Dia juga pendiri dan deklarator OI di Batam,'' ungkap Zulham, yang biasa disapa Pendos. OI adalah singkatan dari Orang Indonesia, sebuah organisasi penggemar musisi Iwan Fals.

Menurut Suhaimi, ada orang yang tak senang melihat perubahan hidupnya. Saat ia bersama LSM-nya menggelar pertemuan di hutan Duriangkang, suatu malam bulan November 2006, ia dijebak. Polisi datang melakukan penggerebekan dan menemukan daun ganja kering di sana. ''Pertemuan itu dihadiri tujuh orang. Tapi, waktu polisi datang, yang empat sedang pergi. Tinggal tiga orang termasuk saya,'' tuturnya. Satu dari dua temannya yang ikut tertangkap saat itu sudah menikah dan punya seorang anak. Satu teman lainnya masih bujangan. ''Saya tak tega kalau mereka sampai masuk. Mereka tak salah,'' katanya. Suhaimi pasang badan. Ia digelandang sendirian. Di persidangan, hakim menjatuhkan vonis enam setengah tahun penjara.

Sejak itulah hidup Suhaimi berubah. ''Di dalam (penjara) memang beda jauh dengan di luar,'' katanya. Urusan makan, misalnya, harus pintar-pintar menahan selera. ''Kalau pagi kita hanya dikasih makan ubi rebus dan air panas,'' katanya. Air panas itu biasanya digunakan untuk menyeduh kopi atau teh yang harus disediakan sendiri. ''Ada yang jual di kantin penjara, di dalam sana,'' katanya.

Siang hari, barulah perut napi bertemu nasi yang dihidangkan bersama sayur dan lauk pauk seadanya. ''Tahu tempe itu sudah bagus,'' ungkap Suhaimi. Makan malam, yang disediakan mulai pukul lima petang, menunya tak jauh beda. Apakah napi tidak pernah makan daging? ''Kalaupun ada itu cuma seupil, nggak beda sama kutil kayu. Kalau dimakan nggak berasa juga dagingnya.''

Karena itulah, bagi para napi, kunjungan keluarga dan kerabat makin berarti jika disertai kiriman makanan. Memang, tak mudah membawa makanan ke dalam sel. Sebab, setelah serah terima di ruang besuk, para napi harus melewati tiga pintu pemeriksaan barang di bagian dalam penjara. ''Tak masalah diperiksa, bahkan isi kantong sampai di bongkar semua, yang penting bisa makan dengan menu yang lebih baik,'' kata Suhaimi.

Kungkungan penjara juga membuat seseorang kehilangan akses untuk mendapatkan informasi dan berita-berita terbaru secara lengkap dan banyak versi. Pengelola lapas hanya membenarkan napi membawa radio. Televisi dilarang ada di kamar tahanan. Jendela dunia itu hanya tersedia di lobi lingkungan penjara. ''Itupun, kalau mau nonton, hanya bisa saat jam olahraga. Waktunya tiga jam sehari,'' kata Suhaimi. Dulu, kata dia, pernah disediakan surat kabar untuk dibaca bersama. ''Sudah beberapa bulan ini koran tak ada lagi.''

Lapas Kelas II A Batam kini dihuni sekitar 600-an napi. Menurut pemantauan Suhaimi, 70 persen di antaranya tersangkut kasus narkoba. Baik sebagai pengedar atau pengguna belaka. ''Ada yang baru bebas dua minggu sudah balik lagi ke sini. Kecanduan narkoba memang berat,'' katanya. Suhaimi sendiri ditempatkan di Blok C-14. Ia menghuni sebuah sel yang, menurut dia, luasnya setara lapangan bulu tangkis. Di situ ia menjalani hari-hari bersama sembilan napi lainnya. Semuanya terlibat kasus narkoba. ''Di sel itu saya orang nomor dua,'' katanya.

Di sel itu, Suhaimi tergolong napi yang jarang dikunjungi kerabat dan keluarga, terlebih setelah hilang kontak dengan istri dan anak-anaknya. ''Mungkin mereka bosan jenguk saya, karena nggak keluar-keluar dari sini,'' ujarnya. Ketika beberapa teman lama datang berkunjung, ia kerap bertanya kenapa jarang membesuk dirinya. ''Mereka bilang: abang lama kali di dalam bosan saya bolak balik ke sini hehe,'' tuturnya. Tapi, jika sudah lama sekali tak dikunjungi, ia akan menghubungi keluarga atau teman-teman terdekat. ''Biasanya saya teriak saja, woi, ingat dong yang di sini. Masih hidup nih, aku belum mati! Biasanya setelah itu ada saja yang datang hehehe,'' katanya.

Kini, Suhaimi akan menghirup lagi kebebasan yang lama hilang dari kehidupannya. Pemerintah membebaskannya setelah mendapat potongan dan menjalani dua per tiga masa hukuman yang dijatuhkan pengadilan. Selain mencari keberadaan anak dan istrinya, Suhaimi bercita-cita mengaktifkan lagi LSM Pecinta Lingkungan yang didirikannya. ''Mohon dukungannya,'' kata dia. ***

2 comments:

Magento themes said...

Thank you for an extra good writing. What are the local people can get in such a perfect way to write the details? I have a presentation next week, and I look around this information and facts..Magento Themes

Web Hosting said...

Hi! I’m impressed, I must say. Really rarely do I encounter a blog that’s both educative and entertaining, and let me tell you, you have hit the nail on the head. Your idea is outstanding; the issue is something that not enough people are speaking intelligently about. I am very happy that I stumbled across this in my search for something relating to this.