SABTU pagi pertengahan Juli 2011 lalu, saya dihubungi Rizal Saputra, staf khusus Gubernur Kepri Muhammad Sani.
"Gubernur minta diwawancara soal setahun kepemimpinannya," kata Rizal.
"Kapan?" saya bertanya.
"Pagi ini kita ke Tanjungpinang," katanya.
Naik feri pukul 10.00 dari Pelabuhan Punggur sampai di Tanjungpinang hampir pukul 11.00. Setelah makan gado-gado di pintu keluar pelabuhan, kami berjalan kaki ke Gedung Daerah, rumah dinas Gubernur Kepri yang tak jauh dari pelabuhan.
Kami menunggu di bagian belakang Gedung Daerah. Ini adalah kamar tempat para ajudan dan supir Gubernur Kepri istirahat menunggu instruksi. Ada tiga kamar di bangunan itu. Semua dilengkapi AC. Di sudut kiri terdapat kamar mandi. Kondisinya cukup bagus dan bersih. Lebih bagus dibanding kamar mandi hotel kelas melati yang banyak di ruko-ruko di Batam. Di ruang tamu "rumah para ring satu" itu terdapat tv layar datar 32 inchi. Salah seorang staf Gubernur sedang menonton film di saluran Star Movie, saat kami masuk ke sana. Beberapa orang staf lainnya tidur-tiduran di dalam kamar sembari bertukar cerita.
Sekitar satu jam dalam penantian di ruangan itu, saya sempat melihat-lihat beberapa sisi Gedung Daerah, bangunan peninggalan kolonial Belanda. Gedung Daerah terdiri dari tiga bangunan utama. Satu bangunan untuk rumah dinas Gubernur yang menyatu dengan rumah "para ring satu". Di tengah ada bangunan untuk rapat dan pertemuan. Di sisi kanan, sekitar 50 meter dari rumah dinas Gubernur, ada bangunan tempat nginap tamu-tamu khusus. Bangunan ini juga sering digunakan Wakil Gubernur Kepri Soerya Respationo, jika sedang menjalankan tugas di Tanjungpinang. Di bangunan itu pula Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginap saat melakukan kunjungan kerja ke Tanjungpinang awal 2011.
Namanya juga rumah petinggi, suasananya bersih dan asri. Tak ada potongan kertas dan plastik bekas terserak di sudut manapun. Tentu saja, ada dana khusus milik negara dialokasikan untuk merawatnya. Bahkan sekedar untuk memangkas rumputnya agar tetap rapi dan rata ketinggiannya. Tuan rumah tinggal beres dan menikmati kenyamanannya.
Jika sedang malas berjalan kaki dari satu bangunan ke bangunan lain di dalam kompleks Gedung Daerah, para petinggi dan orang-orang penting, bisa menggunakan golf car yang terparkir dekat garasi kendaraan dinas Gubernur, walau sebenarnya jarak antara satu bangunan dengan bangunan lain tak lebih dari 50 meter.
Selain sebagai rumah tinggal Gubernur Kepri, Gedung Daerah juga sering difungsikan sebagai kantor oleh Gubernur, meski Gubernur sebenarnya juga punya kantor resmi yang jaraknya sekitar tiga kilometer saja dari Gedung Daerah. Rapat-rapat "kabinet Sani-Soerya" lebih sering diselenggarakan di Gedung Daerah daripada di Kantor Gubernur Kepri.
Sekitar pukul satu tengah hari, Gubernur Sani mengundang kami masuk ke ruang kerja pribadinya di dalam bangunan rumah dinas. Ruang ini tak terlalu lapang. Sudut belakangnya berbentuk prisma. Desain ruangan ini makin menyempit ke belakang. Ada lemari buku yang tak terlalu penuh isinya, satu set kursi dan meja tamu, satu unit AC terpasang di dinding bagian atas, dan sebuah meja kerja dengan komputer di atasnya. Saat saya masuk Gubernur Sani sedang memegang mouse komputer kerjanya. "Silakan duduk," katanya sembari menunjuk kursi tamu.
Gubernur Sani tetap duduk di kursi kerjanya. Ia mengenakan sarung kotak-kotak biru abu- abu dan kaos putih tipis dengan tiga kancing di bagian dada. Kaos macam ini sering digunakan saudagar Tionghoa dalam film-film Indonesia zaman dulu.
"Saya baru selesai salat. Sehari-hari ya begini kalau di rumah sedang tak ada tamu resmi, pakai sarung," katanya.
Ia lantas bercerita panjang tentang apa saja yang telah dikerjakan selama setahun jadi Kepri 1. Sani mengutip keterangan dan data-data dari catatan yang ia tulis tangan dari buku kecil di depan keybord komputernya. "Memang masih banyak masalah, but everything is running well," ujarnya.
Gubernur Sani mengatakan, ia tak ingin media hanya memberitakan kasus dan skandal- skandal yang melilit pemerintah dan birokratnya belaka. "Yang baik-baik juga harus kalian kabarkan. Jangan sampai orang melihat pemerintah ini buruk semua," katanya.
Gubernur Sani lantas bercerita banyak tentang syuting rekaman program Kick Andy Show di Metro TV, yang dilakoninya sepekan sebelum pertemuan di ruang kerjanya itu. Penuh semangat ia bertutur detik-detik proses pengambilan gambar. Senyum mengembang tiap sebentar. "Belum banyak gubernur yang tampil di program itu," katanya sembari merebahkan badan ke sandaran kursi. "Minggu depan ditayangkan. Nonton, ya," katanya.
Setelah satu jam berbincang, ia mengajak makan siang. Sebelumnya Gubernur Sani memanggil istrinya, Nyonya Aisyah, menanyakan apakah ada lauk untuk makan siang. "Masak apa hari ini. Kita mau makan nih," kata Gubernur Sani.
"Ada goreng ikan dan teri, juga gado-gado. Nggak apa-apalah, cukuplah untuk makan siang ini," kata Nyonya Aisyah. Siang itu, sang Nyonya mengenakan rok hitam sampai betis dan blus berkerah yang didominasi warna hijau. Rambutnya diikat ke belakang.
Di meja makan, Nyonya Aisyah menuangkan nasi ke piring Gubernur Sani, lalu ke piring kami. "Cukup atau kurang?" ia bertanya. Nyonya Aisyah juga memindahkan masing-masing sepotong goreng ikan sembilang ke piring semua orang yang ada di meja makan.
Gubernur Sani memilih lauk ikan sembilang dan teri kacang. Kepri 1 makan dengan lahap. Ia tak pakai sendok dan garpu, tapi menyuap langsung dengan jari tangan. "Tambah, tambah. Ayo, ambil lagi. Jangan malu-malu," katanya.
Beberapa kali Gubernur Sani menuangkan teri kacang ke piring makannya. "Ini enak. Makan saya ya begini-begini saja. Orang di luar mungkin membayangkan makan Gubernur mewah-mewah terus," katanya, sembari menyuap nasi ke mulut.
"Saya pikir juga begitu. Jadi Gubernur kan semua tersedia," jawab saya.
Gubernur Sani menukas cepat. "Saya ini orang desa. Anda bacalah buku (biografi) saya. Saya dulu makan saja susah. Kalau sekarang ada lebih, ya harus bersyukur. Nggak selalu mewah," katanya.
"Bersyukur atas apa yang saya miliki, itu yang membuat saya sehat dan berumur panjang. Resep lain, saya tak pernah menyakiti orang lain," katanya.
Sembari makan, Gubernur Sani berkata, dengan usia yang nyaris menginjak 70 tahun, ia tak punya keluhan kesehatan berarti. "Juga tak ada pantangan untuk makan. Saya masih bisa makan daging kambing. Insya Allah saya masih sehat," ujarnya. "Otak saya masih bekerja dengan baik. Makin dipakai, otak saya rasanya makin sehat. Banyak ide-ide baru. Ini seperti santan kelapa. Makin tua kelapanya makin bagus santannya," ia bertamsil.
Tiba-tiba muncul Waris di ruang makan. Waris adalah lelaki Tionghoa, tinggal di Karimun. Ia dekat dengan keluarga Gubernur Sani sejak sang Gubernur masih menjabat Bupati Karimun. Waris datang membawa buah lengkeng, yang katanya dipetik dari kebunnya sendiri di Karimun. Lelaki kurus itu ikut duduk di depan meja makan. "Ayo Waris sekalian ikut makan," ujar Nyonya Aisyah sambil mengambilkan piring dan menuangkan nasi ke piring makan Waris.
Nyonya Aisyah menyajikan buah lengkeng bawaan Waris di meja makan. Gubernur Sani makan sekitar empat biji, setelah minum segelas air putih.
Selepas makan, ia bicara tentang sorotan LSM perihal proyek pembangunan pusat pemerintah Provinsi Kepri di Pulau Dompak, Tanjungpinang. Gubernur Sani mengaku kerap dapat kiriman SMS perihal proyek-proyek pemerintah yang disorot aktivis LSM. "Berkali-kali saya bilang, saya tak pernah menyentuh proyek. Proyek urusan SKPD," katanya. Ia menghela napas panjang. ***
No comments:
Post a Comment