Wednesday, December 12, 2007

Memandang Singkarak dari Singgalang



Pagi turun di puncak Singgalang. Matahari muncul dari balik punggung gunung. Tebalnya kabut, membuat cahayanya jadi temaram. Belasan manusia berjalan beriringan di tepi jalan desa. Topi kupluk dari bahan wol terpasang di kepala kaum lelaki. Kain sarung bergelayut di pundak mereka.


Sekelompok perempuan yang mengiringi dari belakang juga melapisi pakaian yang dikenakan dengan sarung di bagian luar. Bakul besar teronggok di kepala mereka. Bekal makan siang di sawah dan ladang ada di dalamnya.

Pagi itu, cuaca cerah memayungi langit Desa Sanggam Singgalang, sebuah desa kecil yang masuk dalam wilayah Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Saat fajar menyingsing, warga desa bersiap menunaikan kerja harian mereka: menggarap lahan pertanian yang subur menghijau.

Desa Sanggam Singgalang berada di kaki Gunung Singgalang. Gunung ini memiliki ketinggian 2.877 meter di atas permukaan laut. Karena berada di kaki gunung, udara desa cukup dingin. Sebab itu, sarung dan topi kupluk selalu meyertai kemanapun warga pergi.

Desa Sanggam Singgalang merupakan wujud asli daerah pedesaan di Sumatera Barat; mayoritas warganya hidup dari bertani, alamnya masih perawan, belum tersentuh kemajuan teknologi; kekerabatan antar warga erat terekat; surau-surau tua dengan atap bagonjong di puncaknya dan sebuah kolam luas untuk berwudhu di halamannya masih terpelihara.

Jalan terdekat memasuki Desa Sanggam Singgalang adalah dari Kota Padangpanjang. Hanya butuh waktu sekitar 30 menit untuk sampai ke jantung desa. Di kiri kanan jalan hamparan sawah membentang luas, berjenjang-jenjang dari lembah hingga ke kaki gunung. Di sela-sela pematang sawah, air bening untuk pengairan mengalir deras. Ia bersumber dari kaki gunung. Pemandangan yang menyejukkan mata.

Menurut Camat Singgalang Erizal, sistem pertanian tradisional turun temurun yang masih digunakan warga setempat hingga kini, telah ikut membantu pemeliharan keaslian lingkungan dan alam desa. Bagi orang Sumatera Barat, kata Erizal, alam tak hanya sumber nafkah hidup, tapi juga mata air inspirasi. ‘’Pepatah Minang mengatakan, alam terbentang jadikan guru.,’’ ujarnya. Maknanya, kata Erizal, dalam kehidupan, alam dan pengetahuan berbaur dalam satu tarikan napas. ‘’Alam adalah sumber pengetahuan, juga sumber kehidupan. Karena itu harus dijaga,’’ katanya. Dan, keaslian alam Desa sanggam Singgalang masih terjaga.

Dari ketinggian Desa Sanggam Singgalang, kita bisa melihat dengan jelas keindahan Danau Singkarak yang masuk dalam wilayah Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar. Ketika cuaca cerah, air danau terlihat berwarna biru. Jarak antara Desa Sanggam Singgalang dengan Danau Singkarak sekitar 25 kilometer.

Menuju Danau Singkarak dari Sanggam Singgalang butuh waktu kurang lebih 90 menit. Sepanjang perjalanan, pemandangan hijaunya padi dan petak-petak sawah yang tersusun rapi mendamaikan hati dan pikiran.

Danau Singkarak memiliki luas 107,8 km persegi. Danau ini merupakan danau terluas ke dua di Pulau Sumatera. Danau ini merupakan hulu Batang Ombilin. Air danau ini sebagian dialirkan melewati terowongan menembus Bukit Barisan ke Batang Anai untuk menggerakkan generator PLTA Singkarak di dekat Lubuk Alung, Padang Pariaman.

Di sisi danau berdiri Jembatan Ombilin, sebuah jembatan tua yang dibangun pada zaman penjajahan Belanda, yang sampai kini bentuk aslinya masih dipertahankan. Selain penghubung antar kota dan kabupaten di Sumatera Barat, Jembatan Ombilin juga berfungsi sebagai batas teritorial Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Solok.

Di Danau Singkarak hidup jenis ikan, yang di muka bumi ini, hanya ada di danau itu. Namanya ikan bilih (mystacoleucus padangensis). Karena itu, ikan bilih menjadi salah satu makanan khas dan kebanggaan warga sekitar Singkarak. Pada setiap rumah makan yang berderet di sepanjang sisi Danau Singkarak, ikan bilih goreng plus sambal adalah menu utama. Rasanya gurih.

Ikan bilih dewasa berukuran panjang 65 sampai 80 mm, atau seukuran jari telunjuk orang dewasa. Ikan ini berwarna keperakan, mengkilap serta tidak bersisik . Karena permintaan akan ikan ini begitu tinggi, berdasarkan data tahun 1997, stok ikan bilih yang tersedia mencapai 542,56 ton. Yang telah dieksploitasi sebesar 416,90 ton (77,84 persen). Kini, populasi ikan langka ini semakin menurun dan terancam punah. Agar ciri khas Danau Singkarak tetap terjaga, populasi ikan bilih juga harus dipertahanakan. Jangan sampai kebanggaan itu hilang dan tinggal cerita belaka. ***


No comments: